Rabu, 05 Februari 2014

penafsiran ma'iisatan dnanka,kehidupan yg sempit

Firman Allah SWT,
“Maka, sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit.” (Thaahaa: 124)
Banyak salaful-ummah yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan sempit dalam ayat di atas adalah azab kubur. Dan mereka menjadikan ayat ini sebagai salah satu dalil tentang adanya siksa kubur. Karena itulah Allah SWT berfirman,
“Dan Kami akan menghimpunkannya pada hah kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia. ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu pula pada had ini kamu pun dilupakan.” (Thaahaa: 124-126)
Artinya, ia akan dibiarkan menerima azab sebagaimana ia telah meninggalkan dan tidak menunaikan ayat-ayat-Nya. Selanjutnya Allah SWT menyebutkan siksa alam barzakh dan siksa di neraka Jahanam. Dan padanan ayat di atas adalah firman Allah SWT tentang azab-Nya kepada Fir’aun,
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Ghaafir: 46)
Yang dimaksud dalam ayat di atas adalah dalam azab barzakh. Kemudian Allah SWT melanjutkan firman-Nya,
“Dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Ghaafir: 46)
Ini adalah pada hari kiamat.
Di antara padanannya juga adalah,
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan sakaratul maut, sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), ‘Keluarlah nyawamul’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (al-An’aam: 93)
Jadi yang dimaksud dengan perkataan malaikat “Hari ini kamu disiksa dengan azab yang menghinakan ” dalam ayat di atas adalah azab alam barzakh yang dimulai dengan pencabutan nyawa dan kematian.
Ayat yang semisalnya juga adalah,
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata), ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar,’ (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (al-Anfaal: 50)
Yang dimaksud dengan merasakan siksa dalam ayat ini adalah di alam barzakh, yang diawali dengan kematian. Sedangkan kata-kata malaikat, ‘Rasakanlah olehmusiksa neraka yang membakar,’ adalah di-’athaf-kan (dihubungkan) kepada firman-Nya, “Mereka memukul muka dan belakang mereka.” Kalimat ini termasuk ucapan yang obyeknya dihilangkan, karena maksud konteks kalimatnya sudah tersirat, sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat yang sepadan. Adapun kata-kata malaikat tersebut berlangsung pada waktu kematian seseorang.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa al-Barra’ bin Azib r.a. menafsirkan firman Allah SWT,
“Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat” (Ibrahim: 27)
Menurutnya, ayat ini adalah mengenai siksa kubur. Dan, hadits-hadits tentang siksa kubur sendiri hampir mencapai tingkat mutawatir.
Maksud dari firman Allah dalam surat Thaahaa ayat 124-126 adalah
pemberitahuan Allah SWT bahwa barangsiapa yang enggan mengikuti petunjuk-Nya, maka ia akan menjalani kehidupan yang sempit. Di sisi lain, Dia menjamin orang yang selalu mengikutinya akan mendapatkan kehidupan yang baik dan pahala di hari kemudian. Karena itu Allah berfirman,
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa-yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
Dalam ayat di atas, Allah SWT memberitakan bahwa orang yang selalu mengkuti petunjuknya dalam segala perilakunya di dunia akan memperoleh kehidupan yang baik dan balasan yang lebih baik di akhirat. Hal ini merupakan kebalikan dari kehidupan yang sempit di dunia dan di alam barzakh, serta keadaan terlupakan nanti di akhirat. Allah SWT berfirman,
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka membawa petunjuk.” (az-Zukhruf: 36-37)
Dalam ayat di atas, Allah SWT memberitahukan bahwa orang yang menjadi korban syetan dan tersesat karenanya, adalah orang yang enggan mengikuti petunjuk yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Maka, Allah SWT menghukum orang yang enggan mengikuti petunjuk-Nya tersebut dengan menentukan satu syetan yang selalu mengikutinya, yang akan selalu menghalanginya dari jalan Tuhan dan jalan kebahagiaan. Sedangkan, orang tersebut mengira bahwa dirinya mendapat petunjukdari Tuhan-Nya. Ketika hari kiamat tiba, dan kebinasaan serta kerugiannya menjadi nyata ia berkata,
“Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (di hari kiamat) dia berkata, ‘Aduhai, semoga (jarak) antaraku dan kamu seperti jarak antara masyrik dan maghrib, maka setan itu adalah sejahat-jahat teman (yang menyertai manusia).” (az-Zukhruuf: 38)
Setiap orang yang enggan mengikuti petunjuk-Nya, yaitu dzikrullah, maka pada hari kiamat ia akan mengucapkan kata-kata yang disebutkan dalam ayat di atas.
Jika dikatakan, “Apakah anggapan dari seseorang yang tersesat bahwa ia telah mengikuti petunjuk-Nya bisa menjadi alasan baginya untuk dimaafkan dari siksaan?” Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Mereka mengira bahwa mereka itu orang yang mendapat petunjuk.”
Maka, jawabannya, “Anggapan semacam ini dan semisalnya tidak bisa menjadi alasan untuk membenarkan kesesatan seseorang, yang kesesatannya itu dikarenakan keengganan mengikuti wahyu yang dibawa Rasul-Nya.”
Jika dia mengira bahwa dia mendapat petunjuk, maka pada kenyataannya dia enggan untuk mengikuti penyeru kepada petunjuk itu. Dan apabila dia sesat, maka itu karena keengganan dan keberpalingannya. Adapun ancaman dalam Al-Qur’an hanyalah untuk golongan yang pertama. Sedangkan, bagi golongan yang kedua ini, maka sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengazab seseorang hingga sampai kepadanya risalah dari-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya,
“Kami tidak akan menurunkan azab sebelum mengutus seorang rasul.” (al-lsraa:15)
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul.”(an-Nisaa”: 165)
Dan Allah SWT berfirman tentang penghuni neraka,
“Dan Kami tidak menzalimi mereka, tetapi mereka itulah orang-orang yang zalim.” (az-Zukhruuf: 76)
Juga dalam firman-Nya,
“Supaya jangan ada orang yang mengatakan, ‘Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).’ Atau supaya jangan ada yang berkata, ‘Kalau Allah member! petunjuk kepadaku, tentulah aku termasuk orang-orang yang bertakwa.’ Atau supaya jangan ada yang berkata ketika melihat azab/Kalau sekiranya aku dapat kembali (ke dunia), niscaya aku akan termasuk orang-orang berbuat baik.’ (Bukan demikian) sebenarnya telah datang keterangan-keterangan-Ku kepadamu lalu kamu mendustakannya dan kamu menyombongkan dm dan adalah kamu termasuk orang-orang kafir.” (az-Zumar: 56-59)
Masih banyak ayat yang menerangkan tentang hal ini.
Miftah Ad Dar As Sa’adah – Ibnu Qayyim al-Jauziyyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar